Sabtu, 24 Oktober 2020

Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara

 

Menurut Ki Hadjar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani (Dewantara, 2013). Dalam mendidik, ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

Pendidikan tidak terbatas pada proses belajar, akan tetapi pendidikan harus mampu menggerakan semua dimensi nilai kemanusiaan agar manusia memiliki bekal untuk hidup sejahtera, bahagia dan bermakna bagi kehidupan. Pendidikan adalah proses untuk membentuk dan mengembangkan kecerdasan manusia yang memiliki nilai- nilai karakter yang mampu untuk mempertahankan eksistensi dirinya dalam proses perubahan sosial-budaya (Dwiningrum, 2014).

Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, ada dua hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain (Dewantara, 2013). Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik).

Salah satu konsep pendidikan yang fundamental dari pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah “Azas Tamansiswa 1922” yang menjadi dasar berdirinya “Dasar Pancadarma Tamansiswa”.

Tabel Konsep Dasar Pancadarma

Dasar dan Ciri Khas Pendidikan

Deskripsi

Dasar Kodrat Alam

sebagai perwujudan kekuasaan Tuhan mengandung arti, bahwa pada hakekatnya manusia sebagai makhluk Tuhan, adalah satu dengan alam semesta ini. Karena itu manusia tidak dapat lepas dari kehendak hukum-hukum kodrat alam.

Dasar Kemerdekaan

mengandung arti, bahwa kemerdekaan sebagai karunia Tuhan kepada semua makhluk (manusia) yang memberikan kepadanya “hak untuk mengatur hidupnya sendiri”  dengan selalu mengingat syarat-syarat tertib damainya hidup bersama dalam masyarakat.

Dasar Kebudayaan

mengandung arti, keharusan memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudayaan nasional itu, yang pertama dan terutama ialah membawa kebudayaan nasional ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia.

Dasar Kebangsaan

mengandung arti, adanya rasa satu bersama bangsa sendiri dalam suka dan duka, dan dalam kehendaknya mencapai kebahagiaan hidup lahir-batin seluruh bangsa.

Dasar Kemanusiaan

mengandung arti, bahwa kemanusiaan itu ialah norma tiap-tiap manusia yang timbul dari keluhuran akal budinya. Keluhuran akal budi menimbulkan rasa dan laku cinta-kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk Tuhan seluruhnnya yang bersifat keyakinan akan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta.

Sumber: Boentarsono (2017: 53-54)



Prinsip pendidikan yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah Tri Pusat Pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara (2013), yang maknanya bahwa dalam hidupnya anak-anak terdapat tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang sangat penting baginya, yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda. Pendidikan akan menjadi sempurna apabila usaha pendidikan itu tidak hanya dibebankan pada sikap dan tenaganya si pendidik, tetapi harus juga beserta suasana (atmosfer) yang sesuai dengan maksudnya pendidikan. Oleh karena itu, ketiga pusat pendidikan tersebut wajib dimasukkan ke dalam sistem pendidikan (Dwiningrum, 2014)

Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya sikap seorang pendidik dalam mengembangkan relasi sosial dalam proses pembelajaran, yakni ke arah terlaksananya hubungan yang baik atau terjadi integrasi antara ketiga pusat pendidikan tersebut, serta didukung dengan metode among, yang berdasarkan pada landasan nilai-nilai moral, etika dan kultural serta Tutwuri Handayani, dengan mempergunakan pengaruh pendidikan sebanyak-banyaknya pada tiap-tiap pusat pendidikan.

Kata among berasal dari bahasa Jawa, yang mempunyai makna seseorang yang bertugas „ngemong‟ dan jiwanya penuh pengabdian. Dalam sistem among, maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Guru atau pamong tidak hanya memberikan pengetahuan yang perlu dan baik saja, melainkan juga harus mendidik murid agar dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna kehidupan sehari-harinya dan amal keperluan umum.

Dalam sistem among, setiap pamong sebagai pemimpin diwajibkan bersikap: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa dan tutwuri handayani (Dewantara, 2013)

Sistem

Deskripsi

Ing ngarsa sung tuladha

Ing ngarsa berarti di depan, atau orang yang lebih berpengalaman atau lebih berpengetahuan. Tuladha berarti memberi contoh atau memberi tauladan

Ing madya mangun karsa

Ing madya berarti di tengah-tengah, yang berarti dalam pergaulan dan hubungannya sehari-hari secara harmonis dan terbuka, sedangkan mangun karsa artinya adalah membina kehendak, kemauan dan hasrat untuk mengabdikan diri kepada kepentingan umum, kepada cita-cita yang luhur

Tutwuri handayani

Tutwuri berarti mengikuti dari belakang dengan penuh tanggungjawab berdasarkan cinta dan kasih sayang yang bebas dari pamrih dan jauh dari sifat authoritative, possessive, protective, dan permissive yang sewenang-wenang. Handayani memiliki arti memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodratnya.

            Sumber : Data Tomy (2014)

Contoh penerapannya :

Ketika dalam proses pembelajaran di kelas guru tidak hanya memberikan materi-materi pelajaran saja, namun juga memberikan materi tentang nilai kehidupan dan kemanusiaan. Hal ini dapat diwujudkan dengan memberikan cerita-cerita inspirasi dan motivasi bagi siswanya, sehingga siswa diharapkan bisa lebih maju dalam belajar. Jika guru selalu memberikan semangat kepada siswanya, maka siswa akan lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu mendapat pikiran-pikiran positif dari gurunya sehingga anak selalu memandang ke depan dan tidak terpaku pada kondisinya saat ini.

Daftar Pustaka :

Dewantara, K. H. (2013a). Pemikiran, konsepsi, keteladanan, sikap merdeka (I) pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa.

Dewantara, K H. (2013b). Pemikiran, konsepsi, keteladanan, sikap merdeka (II) Kebudayaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Tamansiswa.

Boentarsono (Ed). 2016. Buku Saku Tamansiswa Badan Perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: UST Press.

Dwiningrum, dkk. 2020. Modul Mata Kuliah Literasi Sosial dan Kemanusiaan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar