Jumat, 08 Januari 2021

Meninjau Kasus Pemalsuan Hasil Swab PCR dari Kacamata Nilai, Moral, dan Hukum

 Kasus dengan tema materi Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum

Penyebaran virus Corona di dunia semakin meluas dengan cepat bahkan hingga dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai suatu kondisi pandemi global.  Orang yang terinfeksi virus Corona atau orang yang memiliki penyakit Covid-19 sebagian besar tidak menunjukkan gejala atau jika iya, gejala yang ditunjukkan hanya gejala yang ringan berupa gejala mirip flu yang dianggap oleh masyarakat kita sebagai hal yang lumrah terjadi. Maka dari itu, salah satu cara menekan penyebaran virus Corona di Indonesia adalah dengan suatu tes pemeriksaan di laboratorium yang berfungsi untuk menentukan status seseorang tersebut terinfeksi Covid-19 atau tidak. Ada beberapa macam tes laboratorium, namun yang saat ini sangat dianjurkan oleh pemerintah adalah deteksi Covid-19 dengan menggunakan RT-PCR (Real time reverse transcription quantification polymerase chain reaction). Pada tes RT-PCR ini diperlukan sampel bahan swab nasofaring atau cairan bilas bronchial.


Banyak aktivitas untuk perjalanan keluar kota terutama yang menggunakan transportasi pesawat terbang yang mengharuskan masyarakat untuk melampirkan surat hasil tes RT-PCR. Belum lama ini, beredar kabar di media sosial Instagram mengenai akun “penjual” surat tes bebas Covid-19 palsu. Awal mula kasus ini adalah ketika dr Tirta mengunggah gambar screenshot satu akun Instagram bernama @hanzday yang memberikan penawaran PCR tanpa tes usap (swab test) hanya memerlukan KTP.

Setelah adanya unggahan dari dr Tirta kemudian PT BF yang namanya terseret dan merasa dirugikan dalam kasus pembuatan surat swab PCR tersebut langsung melapor ke polisi. Kemudian polisi pun melakukan penyelidikan hingga menangkap 3 tersangka berinisial MFA, EAD, dan MAIS di lokasi yang berbeda. Menariknya, pada kasus pemalsuan surat hasil tes RT-PCR ini mellibatkan 3 orang tersangka yang berstatus mahasiswa, bahkan salah satu tersangka yang berinisial MFA merupakan mahasiswa kedokteran yang masih berstatus mahasiswa aktif atau belum lulus. Tersangka mematok harga Rp. 650.000 untuk surat swab PCR palsunya. Dalam praktik pekerjaannya, tersangka hanya memerlukan KTP kosumen kemudian mereka tinggal memasukkan nama konsumen dalam dokumen yang akan dipalsukan. Setelah itu, konsumen akan mendapatkan surat hasil swab PCR bebas Covid-19 dalam dokumen berbentuk pdf.

Persoalan mengenai surat swab PCR menandakan bahwa peran nilai, moral, dan hukum tidak lagi dianggap penting oleh para tersangka tadi khususnya dan bagi masyarakat umumnya. Padahal seharusnya nilai menjadi landasan penting untuk mengatur tingkah laku semua manusia. Nilai mempunyai banyak makna, sehingga sangatlah sulit untuk menyimpulkan pengertian nilai secara menyeluruh, namun yang paling jelas ada kesepakatan yang sama dari beragam pengertian nilai yakni berhubungan dengan manusia.


Dari kasus mengenai pemalsuan surat swab PCR ada nilai kemanusiaan yang dicederai. Hal tersebut karena ketika ada seorang penumpang pesawat yang menggunakan surat palsu swab PCR bebas Covid-19 padahal dia belum tahu apakah dia itu positif atau tidak. Jika kemungkinan yang buruk terjadi, artinya seorang pengguna surat palsu tadi ternyata positif, maka sama saja semakin meningkatkan angka penyebaran virus Corona. Dari sini, akan semakin banyak pula orang yang terinfeksi Covid-19 hanya karena keegoisan seorang penumpang yang tidak mau melakukan tes RT-PCR secara legal atau resmi. Padahal di Indonesia sendiri sudah banyak sekali pasien yang terinfeksi Covid-19 mulai dari anak-anak, remaja, bahkan lansia bahkan belum lama ini sudah banyak rumah sakit yang penuh dan tidak mampu lagi menampung pasien, belum lagi tenaga medis juga sudah banyak yang meninggal karena Covid-19. Seharusnya baik pelaku maupun pengguna surat palsu swab PCR bebas Covid-19 ini sadar bahwa dengan perbuatan mereka itu merugikan banyak pihak serta sudah menimbulkan kematian bagi orang lain.




Jika nilai-nilai menjadi landasan sangat penting yang mengatur semua perilaku manusia, maka moral sebagai landasan perilaku manusia yang menjadikan kehidupan berjalan dalam norma-norma kehidupan yang humanis-religius. Moral dapat juga diartikan sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada kesadaran, bahwa dia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya, Bambang Daroeso (1986: 22). Berkaitan dengan kasus pemalsuan surat swab PCR dapat terlihat bahwa moral dari mahasiswa Indonesia tidak semuanya baik, bahkan termasuk mahasiswa kedokteran yang seharusnya mencetak lulusan berintegritas serta mengabdi bagi masyarakat namun pada kasus ini seorang calon dokter malah berkarakter tidak jujur dan menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang. Tidak hanya moral mahasiswa Indonesia saja yang buruk, namun moral masyarakat apalagi yang tergiur dengan surat palsu bebas Covid-19 ini juga buruk. Pemalsuan ini tidak akan ada jika tidak ada masyarakat yang tertarik, namun fakta berkata lain. Masyarakat Indonesia terbukti lebih menyukai segala sesuatu yang instan dan cepat tanpa memikirkan dahulu dampak dari tindakan yang akan mereka ambil. Bisa dikatakan cenderung egois. Padahal jika mereka terdeteksi Covid-19 maka bisa secepatnya dikarantina sebelum semakin parah dan menular hingga ke kerabat keluarga yang mereka sayangi. Apa susahnya untuk swab PCR secara resmi, jika tidak mau ribet melakukan swab PCR ya tidak usah pergi keluar kota.

Jika sebelumnya sudah membahas mengenai nilai dan norma, maka selanjutnya adalah mengenai hukum yang menjadi kontrol dalam mengatur keadilan akan hak dan kewajiban setiap manusia dalam menjalankan peran-peran penting bagi kehidupan manusia. Pada kasus pemalsuan surat swab bebas Covid-19 terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku yaitu pada pasal 32 juncto Pasal 48 Undang-Undang ITE ancaman paling lama 10 tahun penjara, pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang ITE ancaman 12 tahun penjara, serta pasal 263 KUHP.

1)  Pasal 32 : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

2)    Pasal 35 : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

3)  Pasal 263 : Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat.

Dalam kasus ini, pelaku yang masih merupakan mahasiswa tidak menghiraukan dan baru merasakan serta memikirkan perbuatannya apabila telah melanggar hingga merasakan akibat pelanggaran tersebut. Mereka baru merasakan adanya hukum apabila luas kepentingannya dibatasi oleh peraturan hukum yang ada. Maka dari itu, hukum menjadi aspek yang sangat penting dalam mengatur kehidupan manusia.


Solusi


Untuk mewujudkan generasi muda Indonesia yang memiliki karakter jujur, percaya diri, apresiasi terhadap kebhinnekaan, semangat belajar, dan semangat kerja yang berlandaskan nilai, moral, dan hukum perlu suatu proses pendidikan karakter. Pendidikan karakter bagi peserta didik tidak akan bisa terlaksana sesuai dengan tujuannya apabila tidak didukung oleh semua masyarakat Indonesia pada setiap tatanan hidup masyarakat. Semua elemen msyarakat mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, negara bahkan hingga media massa sangatlah perlu menyadari pentingnya pendidikan karakter dan berperan secara aktif untuk mewujudkannya. Membangun pendidikan karakter menjadi suatu kebutuhan bersama agar Indonesia memiliki kekuatan untuk mengatasi krisis-krisis yang ada termasuk krisis karakter generasi muda dan krisis yang sedang melanda negeri tercinta kita, pandemi Covid-19. Jangan sampai masyarakat Indonesia terjebak dalam sikap atau pun perilaku “tujuan menghalalkan segala cara” apalagi menganggap bahwa orang jujur tidak bisa maju secara ekonomik.


Solusi selanjutnya adalah meskipun ketika di dalam pesawat ataupun pada transportasi umum lainnnya secara tertulis semua penumpang dalam kondisi negatif Covid-19, sebaiknya masyarakat tetap selalu menggunakan masker yang memenuhi standar kesehatan serta menaati semua protokol kesehatan yang berlaku karena kita tidak tahu, bisa saja diantara penumpang tadi ada yang memalsukan surat-surat nya. Seperti yang diketahui, Covid-19 menyebar secara cepat melalui percikan droplet baik saat bersin maupun batuk. Tingkat risiko penularan Covid-19 akan semakin menurun apabila seseorang memakai masker.

Pertama, apabila seseorang yang membawa virus tidak menggunakan masker dan melakukan kontak dekat dengan orang rentan maka kemungkinan penularan mencapai 100 %.

Kedua, orang yang sakit pakai masker, sementara kelompok rentan tidak memakai masker maka potensi penularan mencapai 70%.

Ketiga, orang sakit pakai masker, sementara orang sehat tidak pakai masker maka tingkat penularannya hanya 5 persen. Keempat, jika keduanya pakai masker, maka potensi penularan hanya 1,5% (Kemenkes, 2021).

Adapun 3 jenis masker yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah sebagai berikut.

1)      Masker N95

2)      Masker medis

3)      Masker kain yang terdiri dari minimal 2 lapis

Selain dengan mematuhi protokol kesehatan terutama dengan pengggunaan masker, solusi lain yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menyusun strategi agar harga tes RT-PCR dapat lebih terjangkau bagi masyarakat kemudian pemerintah juga perlu mengoptimalkan kinerja Kemeterian Komunikasi dan Informatika untuk selalu memantau media sosial demi mencegah adanya situs-situs penjual surat bebas Covid-19 palsu yang semakin merajalela. Terakhir, yang paling penting adalah masyarakat jangan keluar rumah kecuali jika keperluan yang benar-benar mendesak. Mari bersama-sama melindungi diri sendiri dan keluarga dengan tetap berada di rumah.


Daftar Pustaka

Bambang Daroeso (1986), Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila, Surabaya: Aneka Ilmu.

Dwiningrum, dkk. 2020. Modul Literasi Sosial dan Kemanusiaan Kegiatan Belajar 6 Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Kemenkes Sarankan 3 Jenis Masker Untuk Dipakai. URL : www.depkes.go.id. Diakses tanggal 9 Januari 2021.

Pusparini. (2020). Tes serologi dan polimerase chain reaction (PCR) untuk deteksi SARS-CoV-2/COVID-19. Jurnal Biomedika dan Kesehatan, 3(2) : 46-48.

Theresia Ruth Simanjutak. 2021. Tersangka Pemalsu Hasil Swab PCR Sudah Dapat 2 Konsumen, 1 Surat Dijual Rp. 650.000. Kompas.com. URL : https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/07/16530491/tersangka-pemalsu-hasil-swab-pcr-sudah-dapat-2-konsumen-1-surat-dijual-rp?page=all. Diakses tanggal 8 Januari 2021.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. Jakarta : Dewan Perwakilan Rakyat. URL : http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/-Regulasi-UU.-No.-11-Tahun-2008-Tentang-Informasi-dan-Transaksi-Elektronik-1552380483.pdf. Diakses tanggal 8 Januari 2021.

Yogi Ernes, Syahidah Izzata Sabiila. 2021. Sempat Disinggung dr Tirta, 3 Pemalsu Hasil Swab Dibekuk Polda Metro Jaya. Detik.com. URL : https://news.detik.com/berita/d-5324448/sempat-disinggung-dr-tirta-3-pemalsu-hasil-swab-pcr-dibekuk-polda-metro/1. Diakses tanggal 8 Januari 2021.





 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar